Senin, 01 September 2008

PENDIDIKAN, PEMBINAAN GENERASI MUDA DAN KEBUDAYAAN NASIONAL.

PENDIDIKAN, PEMBINAAN GENERASI MUDA
DAN KEBUDAYAAN NASIONAL.

A. PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN GENERASI MUDA. I. Pendahuluan
Sebagaimana ditentukan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pem­bangunan yang ber Pancasila. Kecuali itu pembangunan pendidikan ditujukan pula untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengem­bangkan kreatifitas dan tanggungjawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai selama manusia sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945.
Dalam rangka pengembangan pendidikan tersebut serta pengem­bangan ilmu pengetahuan diusahakan penambahan berbagai fasilitas dengan prioritas yang tepat dan disesuaikan dengan kemampuan pem­biayaan, baik yang bersumber dari Negara maupun dari masyarakat sendiri.
Kebijaksanaan dasar pembangunan di bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda selama Repelita II yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haitian Negara tersebut telah dijabarkan dalam serangkaian kebijaksanaan yang sebagai kebulatan diarahkan pada pemecahan secara mendasar sejumlah masalah pokok yang ber­kaitan satu sama lain. Masalah-masalah tersebut menyangkut baik bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda itu sendiri maupun berbagai masalah di bidang-bidang pembangunan lainnya.
Untuk itu dilakukan berbagai kegiatan pembangunan dengan kebi­jaksanaan-kebijaksanaan pokok sebagai berikut:

865
a.Perpaduan program pendidikan sebagai bagian dari pada pengem­bangan kebudayaan dengan program kebudayaan nasional dalam konteks pendidikan seumur hidup.
b.Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar untuk menampung laju pertambahan kelompok-kelompok usia anak didik dan lulusan yang mencari tempat di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
c.Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan pada semua ting­- kat dan jenis pendidikan.
d.Pengembangan sistem pendidikan yang lebih serasi (relevan) dengan pembangunan.
e.Pemantapan pendidikan di luar sistem sekolah (pendidikan non-formal) dan usaha-usaha pembinaan generasi muda.
f.Pengembangan efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan se­hingga dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pen­didikan.
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
Usaha perluasan dan pemerataan kesempatan belajar, merupakan suatu penerapan azas keadilan sosial di bidang pendidikan. Hal ini dilakukan terutama untuk SD dalam rangka memungkinkan tertam-pungnya 85% dari anak usia kelompok 7—12 tahun pada akhir Repe­- lita II. Usaha-usaha ini dilakukan dengan mengadakan pembangunan gedung-gedung Sekolah Dasar baru dan penambahan ruang-ruang kelas pada SD yang sudah ada, di samping perbaikan kembali gedung sekolah yang ada (Sekolah Dasar. Negeri dan Swasta serta Madrasah Ibtidaiyah Swasta). Kegiatan serupa dilakukan pula pada sekolah­- sekolah lanjutan terutama pada SMP, SMA dan SPG.
Dalam pada itu beberapa unsur penunjang penting dalam usaha memperluas kesempatan belajar antara lain berupa pembebasan dan penggantian Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) untuk Sekolah Dasar, penyediaan beasiswa, dharmasiswa dan tunjangan ikatan dinas untuk sejumlah pelajar dan mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga yang kedudukan sosial-ekonominya lemah. Usaha perluasan kesempatan belajar di luar sekolah telah lebih dimantapkan terutama dengan mengembangkan bahan-bahan pengetahuan praktis di samping
meningkatkan efisiensi dari berbagai jenis kursus ketrampilan dasar serta kegiatan lainnya seperti KEJAR ("bekerja sambil belajar") dan PAMONG (Pendidikan Anak Oleh Masyarakat, Orang Tua dan Guru).

b.Peningkatan mutu pendidikan
Usaha meningkatkan mutu pendidikan dilaksanakan dengan ku­rikulum baru yang lebih menjamin mutu pendidikan, penataran tenaga guru, penyediaan buku-buku pelajaran pokok dan buku perpustakaan, penyediaan peralatan laboratorium (untuk SMP dan SMA) serta pera­-latan kerja praktek untuk STM. Perintisan pembaharuan pendidikan melalui sekolah pembangunan pada 8 IKIP dilanjutkan dengan pe­mantapan "modul". Di samping itu teknologi komunikasi pendidikan telah dimanfaatkan dalam bentuk penggunaan siaran radio pendidikan untuk penataran guru-guru SD.
Mengenai peningkatan mutu pendidikan tinggi diusahakan antara lain melalui program doktor, berbagai bentuk penataran peningkatan kemampuan penelitian dan penyediaan sarana pendidikan seperti per­pustakaan, laboratorium dan sebagainya. Begitupun halnya dengan konsolidasi dan integrasi program-program penyediaan guru untuk semua jenis dan tingkatan pendidikan.
c.Pembinaan relevansi pendidikan
Sesuai dengan GBHN maka sistem pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pembangunan. Hal ini berarti bahwa sistem pen­didikan tersebut lebih dikaitkan dengan kebijaksanaan pengembangan kesempatan kerja termasuk prakarsa lapangan kerja oleh para lulusan sendiri. Dalam rangka ini pendidikan kejuruan dan teknik sangat penting dalam menghasilkan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembangunan. Demikian pula pendidikan tinggi mulai lebih banyak memberikan perhatian pada berbagai tingkat dan keahlian yang tidak mensyaratkan gelar sarjana (sub profesional). Kuliah Kerja Nyata (KKN) dimaksudkan pula sebagai kegiatan yang bermanfaat untuk me­nunjang relevansi pendidikan dengan pembangunan dan perkembangan masyarakat.

867
d.Pemantapan pendidikan di luar sekolah dan pembinaan gene-rasi muda
Pendidikan di luar sekolah erat hubungannya dengan pembinaan generasi muda karena memberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar kepada anak didik yang kurang dapat memanfaatkan pendidikan sekolah. Kegiatan ini dilaku­- kan atas dasar "bekerja dan belajar untuk menambah penghasilan". Pendidikan di luar sekolah juga ditujukan untuk memelihara aksara­- wan dan menghasilkan aksarawan gaya baru, dalam arti bebas dari sekaligus tiga "buta" yaitu buta aksara latin dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar.
Dalam pada itu juga dikembangkan kehidupan berorganisasi di kalangan generasi muda baik di lingkungan sekolah dan kampus mau­-pun di kalangan masyarakat luas termasuk kepramukaan dan organi- sasi kepemudaan lainnya. Di samping itu juga diberikan kesempatan untuk memanfaatkan waktu secara produktif dalam rangka memper­siapkan diri untuk tanggung jawab yang lebih besar di masa menda­tang, sekaligus meningkatkan partisipasi generasi muda dalam proses pembangunan. Untuk ini diusahakan fasilitas latihan ketrampilan, latihan kepemimpinan, latihan olahraga dan rekreasi lainnya serta ber­bagai kesempatan pengabdian kepada masyarakat.
e.Peningkatan fasilitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan
Selama Repelita II sistem pengelolaan pendidikan telah makin dimantapkan. Hal ini dimungkinkan berhubung telah ditetapkannya susunan organisasi, perincian tugas dan tata cara kerja segenap ke- satuan pelaksanaan pendidikan, baik di pusat maupun di daerah. Demikian pula telah dipertegas tanggung jawab fungsional di bidang pendidikan dan ditingkatkan pengawasan (supervisi) kegiatan pendi­-dikan baik dalam arti teknis maupun yang menyangkut administrasi keuangan.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan
Rangkaian kebijaksanaan pembangunan di bidang pendidikan tersebut telah dituangkan dalam berbagai program nyata yang hasil‑
hasil pelaksanaannya selama masa Repelita II adalah sebagai beri-kut:
a. Pembinaan Pendidikan Dasar
Pada dasarnya program ini meliputi kegiatan-kegiatan yang ber­hubungan dengan pembinaan dan pengembangan Sekolah Dasar, Ta­- man Kanak-kanak dan Sekolah Luar Biasa, yang meliputi usaha :
(1)perluasan dan pemerataan kesempatan belajar;
(2)peningkatan jumlah dan mutu guru;
(3)penyempurnaan dan pengadaan sarana pendidikan lainnya.
Banyak kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan untuk memperluas kesempatan belajar. Kegiatan tersebut mencakup pem­bangunan gedung Baru SD dan penambahan ruang kelas yang dileng­-kapi dengan pengangkatan guru dan tenaga lainnya yang diperlukan. Sedangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dilakukan penataran bagi guru-guru SD, kepala sekolah, penilik SD dan tenaga teknis lain­nya, pemantapan pelaksanaan kurikulum tahun 1975 dan 1976, di sam­ping pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan/perpustakaan, pe­ngadaan alat peraga Serta peningkatan kegiatan pengawasan (supervisi oleh para penilik sekolah).
Sejak tahun ajaran 1973/74 sampai menjelang Repelita III, jum- lah murid SD bertambah sekitar 6,0 juta orang, yaitu dari 13,1 juta pada tahun 1973/74 menjadi 19,1 juta pada tahun 1978/79, berarti mengalami kenaikan 46% selama Repelita II. Sebagai perbandingan, jumlah murid SD pada tahun 1968, sekitar 12,3 juta sehingga kenaikan selama Repelita I adalah 800 ribu murid atau 63% saja (Tabel XIV — 1).
Karena perpanjangan tahun ajaran 1978/79 untuk tahun ajaran 1979/80 penambahan murid diperkirakan akan lebih banyak dari pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu sekitar 2 juta orang. De- ngan demikian pada awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80) jum­- lah murid SD diperkirakan mencapai 21,2 juta termasuk di dalam- nya 17,9 juta murid yang berumur 7 - 12 tahun atau 82,1% dari seluruh anak kelompok usia 7 - 12 tahun yang berjumlah 21,8 juta
pada tahun 1979. Di samping itu pada tahun 1979 terdapat pula se­kitar 3,0 juta murid Madrasah Ibtidaiyah termasuk didalamnya se­kitar 2,53 juta murid berusia 7 - 12 tahun atau sekitar 11,6% dari se­luruh anak kelompok usia 7 - 12 tahun. Dengan demikian pada awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80) diperkirakan 93,7% dari kelom­pok usia 7 - 12 tahun sudah mendapat kesempatan belajar di pendi­dikan dasar (SD dan MI). Sebagai perbandingan, pada tahun 1973/74 kelompok usia 7 - 12 tahun yang bersekolah pada SD dan MI adalah 65,5%, yaitu 54,2% pada SD dan 11,3% pada MI (Tabel XIV - 2).
Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada Sekolah Da­sar dilakukan melalui serangkaian Instruksi Presiden tentang Pro-gram Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar (,,Inpres SD") yang telah dimulai menjelang akhir Repelita I (Triwulan IV 1973/74). Sebagai hasil pelaksanaannya selama Repelita II telah dibangun 31 ribu buah gedung SD baru dengan masing-masing 6 ruang kelas dan satu ruang guru, di samping penambahan 15 ribu ruang kelas baru pada SD yang sudah ada Serta rehabilitasi sebanyak 56.000 gedung sekolah, yaitu 33.600 SD Negeri, 7.340 SD Swasta dan 15.060 Madrasah Ib­tidaiyah Swasta (Tabel XIV-3). Hal ini berarti bahwa sebagai hasil pelaksanaan Repelita II telah tersedia tambahan tempat belajar pada SD bagi Negeri untuk sekitar 8,0 juta murid baru. Hasil usaha ter­sebut adalah sepadan dengan perkembangan jumlah murid SD sejak 1973/74 sampai dengan awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80), yaitu yang menunjukkan pertambahan murid sekitar 8,1 juta.
Untuk memenuhi keperluan tambahan guru dan tenaga lainnya dengan adanya pembangunan gedung-gedung SD tersebut di atas, sejak tahun 1974/75 sampai dengan 1978/79 telah dilaksanakan pengangkatan 263 ribu guru dan tenaga lainnya pada SD, yaitu 197 ribu guru kelas, 6.150 kepala sekolah, 31 ribu guru agama dan 28.850 penjaga sekolah.
Dalam rangka pemanfaatan buku pelajaran pokok baru yang telah dibekukan, selama Repelita II telah ditatar sekitar 634 ribu guru kelas rata-rata dua kali sesuai dengan bidang-bidang studinya masing-masing, selain penataran untuk sekitar 34 ribu pembina SD. Kegiatan penataran tersebut telah sangat meningkat selama Repelita II diban‑
dingkan dengan jumlah 11,7 ribu guru SD yang ditatar selama Repe- ­lita 1.
Jumlah buku pelajaran pokok (Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial) termasuk buku pedoman guru yang telah/sedang dicetak dan dibagikan kepada semua SD (Negeri dan Swasta) selama Repelita Ii berjumlah lebih dari 272,8 juta buku, termasuk 105,8 juta buah pada tahun 1978/79.
Sebagai perbandingan, selama Repelita I jumlah buku pelajaran yang telah disediakan adalah sekitar 62,6 juta, sedangkan sebagian besar pengadaannya adalah dalam tahun 1973 yaitu 25,8 juta, ter­masuk 2,8 juta buah melalui Inpres SD tahun 1973.
Untuk lebih meningkatkan mutu pelajaran telah diusahakan pula pengadaan buku bacaan/perpustakaan untuk SD (Negeri dan Swas­- ta). Sejak tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79 telah atau sedang disediakan lebih dari 38,8 juta buku bacaan anak-anak/per­pustakaan termasuk 8,5 juta buku pada tahun 1978/79.
Penyediaan buku bacaan tersebut telah dimulai dalam tahun 1973/74 sebagai suatu kegiatan utama dari Inpres SD, yaitu sebanyak 6,6 juta buku. Dengan demikian maka pada akhir Repelita II semua SD negeri dan swasta (termasuk SD Inpres yang sudah ada kelas IV) memiliki masing-masing 600 judul/buah buku bacaan/perpustakaan.
Alat peraga yang telah dibagikan ke sekolah-sekolah dasar se-lama Repelita II sebanyak 67,1 ribu set yang masing-masing terdiri dari peta dinding Indonesia dan unit alat peraga matematika untuk kelas I.
Di samping itu telah pula mulai disediakan dan dibagikan kurang lebih 100 ribu set buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) ke sekolah- ­sekolah dasar di seluruh Indonesia (negeri dan swasta).
Selanjutnya dalam rangka memupuk dan meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah disediakan pula naskah/buku-buku agama baik untuk guru maupun untuk murid yang meliputi buku-buku agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Dalam Repe-lita II telah dicetak sebanyak 70 ribu buku pedoman guru agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha untuk kelas I SD.
871
Untuk meningkatkan mutu Taman Kanak-kanak (TK) telah dilak­sanakan pengadaan buku kurikulum TK tahun 1976 sebanyak 15 ribu buah dan buku pedoman guru sebanyak 90 ribu buah.
Demikian pula telah dilaksanakan penataran guru dan pembina TK sebanyak 2.394 orang dan penyediaan alat peraga sebanyak 1.761 unit. Selanjutnya telah didirikan sebanyak 5 TK negeri pembina, 3 buah di antaranya akan selesai dibangun dalam tahun 1979/80.
Seperti halnya dengan Taman Kanak-kanak, pembinaan Sekolah Luar Biasa (SLB) pertama-tama ditekankan pada usaha pengem­bangan kurikulum serta penataran guru dan pembina SLB. Selama Repelita II telah disusun sebanyak 210 naskah kurikulum serta pedo­man guru dan murid untuk 5 jenis SLB, termasuk 34 naskah dalam tahun 1978/79. Penataran guru dan pembina SLB selama Repelita II berjumlah 1.130 orang, termasuk penataran 631 orang dalam tahun 1978/79.
Selanjutnya telah pula disediakan sebanyak 635 set alat peraga untuk 9 SLB Negeri dan 125 SLB Swasta. Di samping itu telah pula direhabilitasi sebanyak 29 gedung SLB Negeri dan Swasta serta di­mulai pembangunan 1 (satu) buah SLB baru.

b. Pembinaan Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama
Sesuai dengan garis kebijaksanaan Repelita II, pengembangan pendidikan pada sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) diarahkan pertama-tama untuk meningkatkan mutu Sekolah Menengah Pertama (SMP) disertai dengan perluasan kesempatan belajar bagi lulusan SD. Dalam rangka pengembangan SMP ini maka sebagian besar sekolah-sekolah kejuruan/teknik tingkat pertama secara berangsur-angsur akan diintegrasikan menjadi SMP.
Selama Repelita II jumlah murid SLTP telah meningkat dari 1.536 ribu pada tahun ajaran 1973/74 (termasuk di dalamnya 1.207 ribu di SMP) menjadi 2.674 ribu (termasuk 2.271 ribu murid SMP) pada tahun 1978/79. Hal ini berarti pertambahan sejumlah 1.138 ribu murid atau 74% untuk SLTP secara keseluruhan selama Repelita II. Pada SMP saja kenaikannya adalah sebanyak 1.064 ribu atau 88%
(Tabel XIV — 1). Pada tahun ajaran 1979/80 sebagai tahun awal Re­pelita III jumlah murid SLTP diperkirakan mencapai 2.897 ribu (2.744 ribu di antaranya di SMP).
Perkembangan jumlah-jumlah murid SLTP ini sesuai dengan me­ningkatnya lulusan SD dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah maupun proporsinya yang melanjutkan ke SLTP terutama ke SMP. Pada akhir tahun ajaran 1973/74 jumlah lulusan SD adalah 1.139 ribu dan yang melanjutkan pendidikan ke SLTP pada tahun ajaran berikutnya 58,4% atau 665 ribu, termasuk di dalamnya 45,3% atau 301 ribu ke SMP. Sedangkan pada akhir tahun ajaran 1977/78 jumlah lulusan SD men­capai 1.453 ribu dengan angka melanjutkan ke SLTP sebesar 70,5% atau 1.024 ribu lulusan SD, di antaranya 60,2% atau 875 ribu ke SMP. Untuk tahun ajaran 1978/79 jumlah lulusan SD diperkirakan 1.546 ribu dan yang memasuki SLTP pada awal Repelita III (tahun ajaran 1979/80) adalah sekitar 71,1% atau 1.099 ribu, di antaranya sekitar 67,5% atau 1.044 ribu lulusan SD melanjutkan ke SMP.
Perluasan daya tampung pada SLTP, khususnya SMP, antara lain diusahakan melalui pembangunan 352 gedung baru SMP (dengan rata-rata 10 ruang kelas) dan penambahan 4.450 ruang kelas baru pada SMP yang sudah ada, sehingga keseluruhannya ekivalen dengan pem­bangunan baize 797 gedung sekolah. Gedung sekolah dan ruang kelas baru yang dibangun diusahakan agar supaya sejauh mungkin diman­faatkan dengan penjadwalan ganda sehingga diharapkan dapat mem­perluas daya tampung dengan sekitar 637,6 ribu tempat belajar pada SMP Negeri.
Sejalan dengan peningkatan daya tampung pada SMP maka se-lama Repelita 11 jumlah guru SMP telah naik dari 47,6 ribu tenaga pada tahun 1973 menjadi 68,3 ribu pada tahun 1978 yang berarti kenaikan dengan 20,7 ribu guru. Sebagian besar dari guru baru ini adalah hasil PGSLP (pendidikan khusus selama satu tahun setelah SMA) dan yang sejak tahun 1976/1977 telah menghasilkan 15,8 ribu lulusan.
Dalam pada itu, usaha peningkatan mutu SMP telah diusahakan antara lain melalui penyempurnaan kurikulum, penyediaan buku pela‑


873
jaran pokok dan buku perpustakaan, penataran guru, pengadaan ruang laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lengkap dengan peralatannya, serta penyediaan alat-alat kesenian, olah raga dan ke­trampilan.
Pada permulaan tahun 1975 telah selesai disusun kurikulum baru (kurikulum 1975) untuk 11 bidang studi yang secara bertahap telah dilaksanakan sejak tahun 1976. Kurikulum baru tersebut sifat­nya lebih berorientasi kepada tujuan yang ingin dicapai melalui pen­didikan, dalam arti lebih bermutu dan relevan dengan tuntutan pem­bangunan. Dalam rangka pelaksanaan kurikulum baru telah pula dirintis dan dicobakan secara terbatas suatu metode belajar menga­- jar dengan menggunakan "modul" sebagai satuan-satuan terkecil dari berbagai bidang studi yang dapat diselesaikan oleh murid sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing, sedang-kan guru lebih banyak berperan sebagai pengarah dan pendamping belajar.
Sesuai dengan rencana semula maka selama 2 tahun pertama Repelita II semua gedung SMP negeri telah mengalami rehabilitasi sekaligus dengan diberikan tambahan ruangan praktek atau labora­torium IPA lengkap beserta peralatannya. Dengan demikian maka 1.754 buah SMP Negeri, termasuk 1.417 buah yang sudah ada pada awal Repelita II, telah memiliki ruang dan peralatan laboratorium praktek IPA, di samping 26 SMP Swasta yang telah pula diberi ban­-tuan peralatan laboratorium, dan 9 Balai Penataran Guru (BPG).
Penataran Guru dan tenaga pendidikan lainnya selama Repelita II telah menjangkau sejumlah 10,6 ribu guru dalam berbagai bidang studi/mata pelajaran, serta 1,5 ribu kepala sekolah dalam pengelola-an pelaksanaan kurikulum 1975. Untuk menunjang kegiatan pena-taran ini telah dibangun 9 BPG (3 BPG Nasional dan 6 BPG Regio­nal). Sedangkan dalam rangka pemerataan tenaga guru telah dipin­dahkan sejumlah 1.866 guru.
Penyediaan buku mata pelajaran yang telah/sedang dilaksanakan selama Repelita II mencapai 40 juta buku pelajaran (Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris), dan 425 ribu buku
pegangan guru. Selanjutnya telah disediakan 3,6 juta buku perpus­takaan bacaan remaja juga untuk SMA, di samping sekitar 2 juta buku ketrampilan.
Sarana pendidikan lainnya ialah alat-alat kesenian dan olah raga yang rata-rata telah dibagikan dua kali untuk semua SMP dan alat ketrampilan yang minimal telah disediakan sekali untuk masing-masing SMP.
Akhirnya, pengintegrasian bertahap sebagian besar SLTP Keju­ruan/teknik menjadi SMP telah dimulai pada tahun 1977, dengan cara tidak lagi menerima murid kelas E. Dengan demikian pada awal tahun 1979 telah diintegrasikan sejumlah 752 SLTP Kejuruan/ Teknik menjadi SMP.
c. Pembinaan Pendidikan Lanjutan Tingkat Atas
Dalam Repelita II pengarahan pembinaan sekolah-sekolah lan-jutan tingkat atas (SLTA) ditujukan terutama kepada peningkatan mutu pendidikannya di samping (1) meningkatkan daya tampung SMA; (2) meningkatkan SLTA Kejuruan/Teknik sesuai dengan kebu­tuhan pembangunan akan tenaga terampil yang bermutu dan (3) meningkatkan daya tampung SPG sesuai dengan keperluan penye­-diaan guru SD.
Keseluruhan jumlah murid SLTA yang pada tahun 1973/74 ber­jumlah 686 ribu telah meningkat menjadi 1.290 ribu pada tahun ajaran 1978/79, yang berarti kenaikan sebanyak 604 ribu atau 88% (Tabel XIV — 1). Pada tahun 1973/74 tersebut keseluruhan murid SLTA yang berjumlah 686 ribu itu terdiri atas 303 ribu murid SMA, murid SLTA Kejuruan/Teknik 302 ribu dan murid SPG/SGO 81 ribu. Pada tahun ajaran 1978/79 murid SLTA yang mencapai jumlah 1.290 ribu itu terbagi atas 604 ribu di SMA, di SLTA Kejuruan/Tek­nik 474 ribu dan di SPG/SGO 212 ribu. Dengan perkataan lain, ke­naikan sebanyak 604 ribu murid SLTA selama lima tahun Repelita II adalah kenaikan untuk SMA 301 ribu atau 99%, pada SLTA Kejuruan/Teknik 172 ribu atau 57% dan di SPG/SGO sebanyak 131 ribu atau 162%.
Kenaikan-kenaikan dalam jumlah murid SLTA pada umumnya berkaitan dengan makin meningkatnya jumlah lulusan SLTP dari tahun ke tahun dan yang sekaligus pula karena perluasan daya tampung SLTA dalam arti persentase lulusan SLTP yang melanjut­kan pendidikannya ke SLTA.
Jumlah lulusan SLTP pada akhir tahun ajaran 1973/74 sebanyak 363 ribu dan yang dapat ditampung pada awal tahun ajaran 1974/75 berikutnya di SLTA adalah 74,1% atau 269 ribu, khususnya 31,9% di SMA, 34,2% di SLTA Kejuruan/Teknik dan 8,0% di SPG/SGO.
Pada tahun 1977/78 jumlah lulusan SLTP mencapai 618 ribu dan yang ditampung di SLTA pada tahun 1978/79 adalah 82,5% atau 510 ribu lulusan SLTP, dalam arti 40,7% di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 28,8% dan 13,0% di SPG/SGO. Sedangkan lulusan SLTP tahun 1978/79 yang diperkirakan berjumlah 627 ribu, sekitar 91,9% diperkirakan dapat ditampung di SLTA, khususnya 48,8% di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 29,4% dan 13,0% di SPG/SGO.
Dari angka-angka tersebut di atas nampak pula bahwa perban­dingan jumlah-jumlah murid pada SMA, SLTA Kejuruan/Teknik dan SPG/SGO mengalami perubahan, yaitu kalau pada tahun ter- akhir Repelita I (1973/74) perbandingan jumlah murid SLTA adalah 44% di SMA, di SLTA Kejuruan/Teknik 44% dan di SPG/SGO 12%, maka pada akhir Repelita II (1978/79) perbandingannya men- jadi 47% di SMA, 37% di SLTA Kejuruan/Teknik dan 16% di SPG/SGO.
(1) Pembinaan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sebagaimana halnya dengan pembinaan SMP, perluasan daya tam­pung SMA dilakukan melalui pembangunan gedung sekolah baru dan penambahan ruang kelas pada sekolah yang sudah ada. Selama Repe-lita II telah dibangun 86 gedung bare SMA (dengan masing-masing 15 ruang kelas) dan 998 ruang kelas bare sebagai tambahan, sehingga keseluruhannya ekivalen dengan 152 gedung SMA yang dengan pen­jadwalan ganda dapat memberikan tambahan kesempatan belajar un­- tuk sekitar 183 ribu murid. Di samping itu keseluruhan 426 gedung SMA yang ada pada awal Repelita II telah mengalami rehabilitasi.
Sesuai dengan penambahan fasilitas belajar telah dapat diusahakan tambahan guru baru sebanyak 5,5 ribu sehingga jumlah guru telah me­ningkat dari 12,9 ribu pada tahun 1973 menjadi 18,4 ribu pada tahun 1978. Dalam rangka memenuhi kebutuhan guru, PGSLA sebagai ben-tuk pendidikan khusus untuk Sarjana Muda menjadi guru SMA telah menghasilkan sejumlah 2,9 ribu lulusan sejak didirikan dalam tahun 1977/1978.
Dalam rangka peningkatan mutu, kurikulum 1975 yang meliputi 12 bidang studi telah diterapkan secara bertahap sejak tahun 1976. Se­lanjutnya, pengadaan ruang-ruang laboratorium IPA beserta peralat­annya telah dilakukan pada 491 SMA termasuk 8 Proyek Perintis (PPSP), di samping bantuan peralatan untuk 32 SMA swasta.
Buku pelajaran pokok yang telah/sedang disediakan untuk SMA adalah sekitar 12,0 juta. Sedangkan guru dan tenaga kependidikan la­innya yang telah ditatar meliputi 6,4 ribu guru termasuk 590 kepala sekolah, 481 instruktur guru SLU (SMP dan SMA) dan 356 pembina SLU. Dalam rangka pemerataan tenaga telah dipindahkan 156 guru SMA.
Selanjutnya, semua SMA telah mendapat alat-alat kesenian dan olah raga dan sebagian di antaranya juga telah mendapat alat-alat ke­trampilan.
(2) Pembinaan Sekolah-sekolah Kejuruan/Teknik
Jenis pendidikan ini sangat penting peranannya di dalam meng­hasilkan tenaga kerja trampil tingkat Menengah di berbagai bidang pembangunan. Khususnya untuk pembinaan pendidikan teknologi maka pengembangan 8 proyek perintis STM (4 tahun) diteruskan. Begitupun halnya dengan 9 Pusat Latihan Pendidikan Teknik (PLPT) yang ma­sing-masing menunjang 3-4 buah STM sekitarnya untuk menghasilkan juru teknik dalam jurusan bangunan, mesin konstruksi, otomotif, listrik dan elektronika. Di samping itu pembinaan terus menerus ditingkatkan pula terhadap sejumlah 80 STM lainnya, 8 Sekolah Menengah Tekno­logi Pertanian (SMPP), 4 STM khusus (Grafika, Perkapalan, Perikanan Laut dan Penerbangan), 6 Sekolah Menengah Teknologi Kerumah‑
tanggaan (SMTK), 7 Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK), 7 Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS) dan 12 berbagai Sekolah Menengah Kesenian.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan teknologi dilakukan pula pembakuan kurikulum, penataran 3,2 ribu guru dan pembina sekolah lainnya serta mengusahakan penyediaan 5 juta buku pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Dalam hubungan ini kerjasama dengan sektor industri mulai ditingkatkan. Untuk menghasilkan jumlah guru yang bermutu maka FKIT-IKIP di Padang dan Yogyakarta sedang dikembangkan, demikian pula pusat penataran guru teknologi di Ban-dung.
Dalam rangka menghasilkan tenaga menengah yang terampil dan cakap di bidang ekonomi telah dilakukan pembinaan terhadap 100 SMEA Pembina (4 tahun). Usaha ini ditujukan agar dapat menghasilkan tenaga pengatur tata usaha dan pembukuan. Pembakuan kurikulum dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan SMEA. Demikian pula halnya dengan penataran terhadap 1,2 ribu kejuruan ekonomi khususnya guru praktek SMEA Pembina. Untuk melengkapi bahan pelajaran telah/sedang diusahakan tersedianya 4,7 juta buku pelajaran kejuruan ekonomi.
Sebagai pembinaan pendidikan kesenian telah mulai dikembang­kan 12 Sekolah-sekolah Kesenian terutama melalui penyusunan nas­kah/buku pelajaran dan penataran guru, di samping perluasan fasilitas belajar dan menambah peralatan. Buku pelajaran yang telah disediakan bagi berbagai Sekolah Menengah Kesenian, SMTK, SMKK dan SMPS adalah sekitar 900 ribu buah.
(3) Sekolah Pendidikan Guru (SPG)
Dalam rangka pembinaan pendidikan guru, khususnya untuk me­ningkatkan mutu dan sekaligus meningkatkan jumlah lulusan SPG, telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan SPG beserta asrama sesuai dengan kebutuhan daerah. Dalam rangka pengembangan terutama 64 SPG, 1 SGPLB dan 12 SGO maka selama lima tahun telah dilaksana­kan rehabilitasi, penambahan ruang belajar, perluasan ruang adminis‑
trasi, perluasan asrama siswa dan pembangunan rumah kepala sekolah serta rumah penjaga sekolah.
Selanjutnya telah/sedang diterbitkan sebanyak 3,2 juta buku pe­lajaran dan telah ditatar sejumlah 2,7 ribu guru dan tenaga teknis la­innya. Usaha penataran telah ditunjang oleh 8 Balai Penataran Guru (BPG) termasuk 1 BPG tertulis. Di samping itu mute pendidikan guru SPG sedang ditingkatkan melalui pusat-pusat sumber belajar pada 10 IKIP dan SFGK yang dilengkapi dengan peralatan audiovisual dan laboratorium.
Selanjutnya telah diadakan ruang laboratorium IPA beserta per­alatannya bagi 82 SPG, di samping disediakan pula alat pelajaran IPA untuk 50 SPG, alat pelajaran matematika untuk 190 SPG dan penga­daan alat pelajaran IPS untuk 90 SPG, serta alai kesenian, olah raga dan ketrampilan untuk sebanyak 190 SPG dan 42 SGO.
Pengadaan ruang perpustakaan dan ruang workshop telah dilaku-kan untuk 36 SPG, sedangkan pengadaan buku perpustakaan mencapai 239,5 ribu eksemplar, yaitu untuk 204 SPG sebanyak 105 judul dengan masing-masing sekitar 10 eksemplar.
d. Pembinaan Pendidikan Tinggi
Selma Repelita II telah dilakukan pembangunan baru fasilitas belajar pada 47 Universitas/lnstitut/Sekolah Tinggi Negeri seluas lebih dari 155,8 ribu m2 ruang kuliah/kantor; 82,1 ribu m2 ruang laborato-rium dan 10,5 ribu m2 ruang perpustakaan, di samping rehabilitasi lebih dari 43,8 ribu m2 ruang kuliah/kantor; 13,8 ribu m2 ruang labo­ratorium dan 21,1 ribu m2 ruang perpustakaan. Dengan demikian telah diusahakan perluasan prasarana melalui pembangunan gedung baru seluas 248,4 ribu m2, di samping pemantapan fasilitas yang ada melalui rehabilitasi seluas 78,7 ribu m2. Selanjutnya telah dibangun 959 buah rumah staf pengajar. Kecuali itu telah dimulai pembangunan kampus baru untuk beberapa universitas yang sangat memerlukannya.
Perluasan fasilitas belajar adalah untuk sejauh mungkin meme- nuhi kebutuhan meningkatnya mahasiswa yang dapat ditampung pada perguruan tinggi. Pada tahun akademis 1973/74 pada perguruan tinggi


879
negeri terdapat 118,5 ribu mahasiswa (45,1 ribu mahasiswa bidang eksakta; 39,2 ribu bidang non-eksakta dan 34,2 ribu bidang keguruan pendidikan). Jumlah mahasiswa meningkat pada tahun 1978/79 men­jadi 190 ribu (68,2 ribu bidang eksakta; 81,8 ribu bidang non-eksakta; 40 ribu bidang keguruan/pendidikan). Sedangkan jumlah mahasiswa perguruan tinggi negeri dan swasta keseluruhannya telah meningkat dari 196 ribu pada tahun 1973/74 menjadi 324 ribu pada tahun 1978/ 79 (Tabel XIV-1). Hal ini berarti bahwa dalam lima tahun terakhir jumlah mahasiswa keseluruhannya telah meningkat dengan 128 ribu atau 65,3%, khususnya 71,5 ribu atau 60,3% kenaikan di perguruan tinggi negeri. Sebagai perbandingan, jumlah mahasiswa pada tahun 1968 adalah 156 ribu termasuk 97,8 ribu pada perguruan tinggi negeri, sehingga kenaikan jumlah mahasiswa selama Repelita I adalah 40 ribu termasuk 20,7 ribu pada perguruan tinggi negeri, atau kenaikan 25,6% untuk keseluruhannya dan 21,2% untuk perguruan tinggi negeri.
Dalam rangka meningkatkan mutu, perhatian khusus telah diberi­kan pada kelengkapan peralatan laboratorium, terutama di bidang tek­nologi dan ilmu alam, baik untuk keperluan pendidikan mahasiswa maupun untuk tugas penelitian bagi dosen. Di samping itu telah di­sediakan 107,2 ribu tambahan buku perpustakaan.
Selama Repelita II, sebanyak 8,9 ribu staf pengajar telah mem­peroleh kesempatan mengikuti berbagai penataran/lokakarya untuk berbagai bidang ilmu di dalam negeri. Di samping itu sejumlah 932 dosen sedang mengikuti pendidikan Pasca Sarjana/Doktor, termasuk 478 tenaga akademis yang mendapat kesempatan menjalaninya di luar negeri. Dalam pada itu, 30 orang Doktor dan 50 Magister telah dihasil­kan di dalam negeri Serta 24 Doktor (Ph. D) dan 20 M.Sc. telah pula berhasil dicapai di luar negeri.

Kuliah Kerja Nyata telah diikuti oleh mahasiswa sebanyak 21,3 ribu orang. Di samping itu telah dapat disediakan 12,4 ribu beasiswa dalam berbagai bidang studi yang relatif langka peminatnya.
Selama lima tahun telah dilakukan 2.150 penelitian, di samping telah pula dilaksanakan 18 proyek pengabdian masyarakat.
e.Pembinaan Bakat dan Prestasi
Melalui program pembinaan bakat dan prestasi beasiswa diberikan kepada siswa SD (kelas V dan VI), SLTP dan SLTA (kelas 1 sampai dengan III) serta mahasiswa (tingkat I sampai dengan V), khususnya siswa dan pelajar yang menunjukkan prestasi tinggi dengan memper­hitungkan keadaan sosial-ekonomi orang tua mereka.
Beasiswa yang mulai diberikan sejak tahun 1974/75 sebanyak 44,5 ribu, yaitu sekitar 20,6 ribu untuk pelajar SD, 9,2 ribu siswa SLTP dan 9,2 ribu SLTA serta 5,5 ribu untuk mahasiswa.

f.Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (Pendidikan Non-Formal)
Usaha-usaha pendidikan luar sekolah terutama dilaksanakan untuk memelihara aksarawan lama dan menghasilkan aksarawan baru dengan melibatkan segenap warga masyarakat. Usaha tersebut dilaku­kan dalam bentuk penyediaan bahan-bahan belajar (Paket A) yang di samping mengandung unsur-unsur pendidikan yang esensial juga me­ngandung bahan penerangan dan penyuluhan mengenai berbagai bidang pembangunan masyarakat.
1) samping itu diberikan kesempatan belajar bagi aksarawan-aksa­rawan baru untuk mengikuti kursus pengetahuan praktis dan ketram­pilan dasar. Untuk memberikan peranan yang lebih besar kepada kaum wanita dalam pembangunan, disediakan kesempatan peningkatan pe­ngetahuan dan ketrampilannya terutama dalam rangka kesejahteraan keluarga. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan non-formal ini diusaha­kan melalui kelompok-kelompok belajar dengan menggali sumber-sum­ber yang terdapat dalam masyarakat sendiri baik yang berupa sumber manusiawi maupun sumber non-manusiawi.
Selama Repelita II sejumlah kursus dari berbagai jenis telah meli­batkan sekitar 837 ribu peserta, di antaranya 579,9 ribu yang mengikuti kursus pengetahuan dasar; 120,1 ribu orang yang mengikuti kursus pen­didikan kesejahteraan keluarga dan 54,4 ribu orang mengikuti berbagai jenis kursus kejuruan serta 82,5 ribu sebagai pamong kursus pengeta­huan dasar/kesejahteraan keluarga. Di samping itu telah ditatar 4,4 ribu tenaga teknis.

881
Selama periode Repelita II ditertibkan sebanyak hampir 7,9 juta buku pelajaran termasuk "Paket A" dan 3,3 juta eksemplar buletin. Di samping itu telah disediakan alat perlengkapan pendidikan berupa paket kebutuhan belajar sebanyak 4,6 ribu set, alat praktek kejuruan 323 set, alat praktek pendidikan kesejahteraan keluarga 325 set dan alat penyuluhan sebanyak 3,7 ribu buah.
Latihan talon pembimbing dilaksanakan di Sanggar Kegiatan Be- lajar (SKB) yang telah berjumlah 153 buah di seluruh Indonesia.

g. Pembinaan Generasi Muda

Garis-garis Besar Haluan Negara telah menetapkan bahwa usaha pembinaan generasi muda sebagai tunas-tunas bangsa ditujukan agar mereka dapat menjadi generasi yang lebih baik, lebih bertanggung-jawab dan lebih mampu mengisi dan membina kemerdekaan bangsa. Pembinaan dilakukan melalui bentuk-bentuk dan cara-cara kegiatan yang dapat diterima oleh generasi muda itu sendiri. Dalam hal ini maka pembinaan itu meliputi gerakan pramuka, lewat berbagai orga­nisasi untuk meningkatkan kegiatan produktif dan kesegaran jasmani yang bersifat kreatif, melalui penyediaan berbagai latihan, bimbingan dan rangsangan untuk melaksanakan sendiri proyek-proyek sederhana dan lewat berbagai kesempatan kerja yang terbuka.

Dalam pembinaan organisasi dan aktivitas generasi muda maka selama lima tahun terakhir ini telah dilaksanakan latihan wiraswasta dalam rangka pembentukan unit kerja produktif yang mengikutserta­kan 25,2 ribu orang, penataran pembina pemuda/pimpinan organisasi sebanyak 9,7 ribu orang dan pertukaran pemuda antar propinsi se­banyak 380 orang.

Bantuan aktivitas Pramuka dalam Repelita II telah dimantapkan untuk membangun 27 buah Gedung Cadika; menyelenggarakan Kursus Mahir II, Pelatih Dasar untuk 1.525 orang; Perpanitera/Raimuna de- ngan peserta sebanyak 10.000 orang; Musyawarah Nasional untuk 400 orang; Perkemahan Wirakarya untuk 5.000 orang dan Lomba tingkat Penggalang untuk 27 Kwartir Daerah.
Bantuan KNPI telah dimanfaatkan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang meliputi : lokakarya tentang lembaga studi kewanitaan untuk 85 orang, penataran anggota DPP untuk sebanyak 20 orang, Rapat Kerja Nasional untuk 600 orang; kaderisasi untuk 60 orang; bantuan pendidikan kader Pemuda Tingkat II untuk 11.360 orang; ban-tuan kader Pemuda Tingkat I untuk 780 orang dan bantuan Kongres Nasional untuk 2.000 orang.
h. Pembinaan Olah Raga
Pembinaan pendidikan olah raga telah dilakukan antara lain me-lalui pengintegrasian SMOA ke dalam pendidikan kejuruan menjadi SGO. Demikian juga STO diintegrasikan menjadi Fakultas Keolah­ragaan pada IKIP.
Permasalahan olah raga dilakukan dengan jalan menyelenggarakan pertandingan dan perlombaan olah raga pelajar/POPSI sekolah lan­- jutan dan umum, pengadaan paket-paket alat olah raga untuk tingkat propinsi dan kabupaten, serta pembinaan prestasi olah raga dengan pemberian bantuan kepada KONI dan PON.
Selama periode lima tahun terakhir telah dibangun/direhabilitasi sebanyak 7 STO dan 10 SMOA dan telah ditatar sebanyak 2,4 ribu guru SMOA.
Pertandingan pelajar/mahasiswa melibatkan 240 ribu orang selama lima tahun ini, sedangkan olah raga massal diikuti 173,5 ribu orang. Di samping itu telah disediakan perlengkapan pendidikan sebanyak 118 ribu eksemplar.
Bantuan kepada KONI telah dimanfaatkan antara lain untuk pe­nataran pelatih olah raga sebanyak 1,8 ribu orang, penyelenggaraan pemusatan persiapan Asian Games VIII dalam 7 cabang olah raga dan penyelenggaraan PON IX dengan 30 cabang olah raga, pengiriman pelatih olah raga sebanyak 41 orang ke luar negeri, pengiriman peserta pertandingan olah raga nasional/internasional dan penyelenggaraan ceramah/workshop/seminar/simposium sebanyak 5 kegiatan.
Dalam rangka pembinaan kesegaran jasmani dan rekreasi telah dilakukan penelitian penampilan kemampuan kerja tubuh serta ketram‑


883
pilan/ketangkasan olahraga terhadap 12,8 ribu orang murid SD sam- pai dengan SLTA dan masyarakat umum, penelitian laboratorium mengenai kesegaran jasmani; faal kerja dan kesehatan olah raga ter­hadap olahragawan/pelajar sebanyak 570 orang; penelitian rekreasi pendidikan terhadap 20,5 ribu pelajar; penelitian tentang kesehatan se­kolah dengan mendapat data dari 14,7 ribu orang; dan partisipasi dalam beberapa kongres internasional sebagai cara meningkatkan mutu tenaga teknis/penelitian.
i. Pengembangan Sistem Pendidikan
Pengembangan sistem pendidikan bertujuan melakukan pemba­haruan sistem pendidikan secara menyeluruh ke arah terwujudnya sistem pendidikan nasional yang efektif, efisien dan relevan dengan tujuan pembangunan dan tujuan nasional. Tujuan ini diusahakan per­tama-tama dengan membina dan memantapkan sistem informasi bagi pengelolaan dengan jalan pengumpulan-pengumpulan, pengolahan, analisa penyajian dan penyebaran data informasi, statistik dan seba­gainya. Informasi ini dipergunakan bagi perencanaan dan pengambil­an keputusan lainnya. Sampai saat ini telah dilakukan usaha untuk membina sistem data informasi yang lebih efisien dengan standarisasi laporan, koordinasi pengumpulan data, penggunaan komputer dalam pengolahan dan analisa data serta berbagai penataran dalam data informasi.
Usaha kedua adalah dengan jalan melakukan penelitian dan pe­nilaian terhadap sistem pendidikan yang sedang berjalan dengan ha­rapan memperoleh informasi yang dapat dipergunakan untuk perbaik­an sistem pendidikan secara menyeluruh. Berbagai penelitian telah dilakukan yang mencakup bidang pendidikan dan kebudayaan. Selama Repelita II telah diselesaikan penelitian dan penilaian sebanyak 75 buah. Penelitian dan penilaian yang dilakukan mencakup antara lain mengenai pendidikan non-formal, kurikulum pendidikan guru, pendi­dikan guru, pendidikan olah raga, pendidikan kesenian sejarah pendi­dikan swasta, kesesuaian sistem pendidikan dengan sektor tenaga kerja, biaya pendidikan, pembinaan kebudayaan, survai SD kelas VI, pen­didikan agama, kebudayaan, olah raga dan putus sekolah.
TABEL XIV – 1
JUMLAH MURID DAN MAHASISWA, 1973/74 – 1979/90
(dalam ribuan)


885
GRAFIK XIV – 1
JUMLAH MURID DAN MAHASISWA
1968/69, 1973/74 – 1979/80


886

887
TABEL XIV
PERKEMBANGAN MURID PENDIDIKAN DASAR,
1973/74 – 1979/80

888
TABEL XIV
PEMBINAAN PENDIDIKAN DASAR,
1973/74 – 1979/80


889
TABEL XIV – 4
BUKU PELAJARAN POKOK, 1973/74 – 1978/79
(dalam ribuan)

890
TABEL XIV – 5
PENGADAAN BUKU-BUKU PERPUSTAKAAN DAN MAJALAH
1973/74 – 1978/79
(Eksemplar)

891
TABEL XIV – 6
PENATARAN PERSONIL, 1973/74 – 1978/79
(orang)

1)Angka-angka diperbaiki
2)Angka Sementara
892
Penilaian dilakukan antara lain terhadap Proyek Perintis Seko-lah Pembangunan, Proyek Paket Buku, STM Pembangunan, Penatar­-an guru IPA SMP, Proyek Pembinaan Pendidikan Dasar, penataran pengawas dan monitoring pelaksanaan kurikulum 1975 untuk SMP dan SMA.
Usaha lainnya adalah pengembangan berbagai proyek perintis untuk kemudian dilaksanakan sepenuhnya setelah mengalami perco­baan di lapangan dan penyempurnaan selanjutnya. Proyek pengem­bangan ini mencakup antara lain Proyek Perintis Sekolah Pembangun­an di 8 IKIP, perencanaan integral pendidikan daerah di Jawa Timur dan Sumatera Barat, pendidikan luar sekolah dengan mempergunakan simulasi di Malang, proyek Pamong di Solo dan Bali, Sistem Kegiatan Belajar Masyarakat di Ujung Pandang dan Indramayu, pengembangan sistem karir dan prestasi kerja dan jaringan penelitian di Sumatera Barat dan Jawa Timur. Di samping itu dikembangkan Proyek Tek­nologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan untuk mengembangkan radio dan televisi sebagai sarana pendidikan. Kecuali itu dilakukan studi pra-investasi untuk pengembangan berbagai kom‑
ponen pendidikan yang mencakup pendidikan guru, pendidikan luar sekolah, paket buku dan pendidikan tinggi.
B. KEBUDAYAAN NASIONAL 1. Pendahuluan
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Tap MPR No. IV/ MPR/78) dinyatakan bahwa peningkatan usaha pembinaan dan pe­meliharaan kebudayaan nasional adalah untuk memperkuat kepriba­dian bangsa, kebanggaan nasional dan kesatuan nasional serta me­mupuk kebudayaan daerah sebagai unsur penting yang memperkaya dan memberi corak kebudayaan nasional. Di samping itu tradisi­-tradisi dan peninggalan sejarah yang mempunyai nilai-nilai perjuang­an, kebanggaan dan kemanfaatan nasional dibina dan dipelihara untuk diwariskan kepada generasi muda.
Dalam pada itu usaha pembinaan dan pengembangan kebuda-yaan nasional tersebut harus sesuai dengan norma-norma Pancasila dan mencegah timbulnya nilai-nilai sosial budaya yang bersifat feodal dan pengaruh kebudayaan asing yang negatif. Diusahakan pula pe‑


893
ningkatan kemampuan masyarakat dalam menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan dan yang tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Dalam Repelita II pengembangan kebudayaan nasional bertujuan untuk memperkuat kepribadian nasional, kebanggaan nasional dan kesatuan nasional. Kesenian nasional perlu terus dikembangkan dan diperkaya oleh generasi muda dan generasi berikutnya dengan hasil karya dan ciptaan baru. Dalam pada itu bahasa nasional dan karya kesusasteraan yang bermutu terus dikembangkan dan perlu menda­- pat rangsangan yang mendorong daya kreativitas. Di samping itu di­tumbuhkan lingkungan dan iklim yang cocok untuk peningkatan daya kreativitas, pendukung kesenian yang mampu dan sarana kesenian yang bermutu, demikian pula peranan media massa dalam usaha pengem­bangan kebudayaan terus ditingkatkan.
Untuk mencapai tujuan pembinaan dan pengembangan kebuda­yaan nasional tersebut dilakukan langkah-langkah usaha yang kongkrit. Langkah-langkah tersebut adalah :

a.Penyelamatan, pemeliharaan dan penelitian warisan sejarah kebu­dayaan nasional serta kebudayaan daerah;
b.Pengembangan serta pendidikan kebudayaan dan kesenian Indo­nesia;
c.Pengembangan bahasa dan kesusasteraan Indonesia;
d.Pengembangan perbukuan dan majalah pengetahuan.
Langkah-langkah tersebut sesuai dengan kerangka kebijaksanaan umum pengembangan kebudayaan nasional yaitu :
a.Kesesuiannya dengan nilai-nilai Pancasila.
b.Pengintegrasian secara selaras antara unsur kebudayaan daerah serta unsur kebudayaan dari luar yang positif.
c.Perkembangan kebudayaan nasional yang menguatkan bahasa na­sional.
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan dan Hasil-hasilnya.
a. Penyelamatan, pemeliharaan dan penelitian warisan sejarah ke­budayaan nasional dan daerah

Tujuan utama dari program ini ialah untuk menyelamatkan wa­risan sejarah, khususnya peninggalan purbakala di berbagai daerah agar terhindar dari kemusnahan. Warisan sejarah tersebut meliputi seni rupa, benda-benda, monumen-monumen, alat perlengkapan ru­-mah tangga dan alat perhiasan tradisional dan lain sebagainya. Untuk dapat memelihara benda-benda warisan sejarah tersebut, pen­didikan tenaga arkeologi telah mendapat perhatian yang saksama. Di samping itu warisan sejarah tersebut diharapkan dapat merang­- sang kembali kegairahan kehidupan budaya daerah menuju suatu perkembangan kesatuan kebudayaan karya seni yang mengungkap­kan warisan sejarah, mengandung nilai perjuangan termasuk perju­- angan wanita, serta kebanggaan nasional telah memperoleh perhatian, sehingga dapat dihayati pula oleh generasi muda.
Untuk mencapai tujuan penyelamatan dan pemeliharaan warisan budaya nasional tersebut telah dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(1)Inventarisasi Peninggalan
Kegiatan inventarisasi peninggalan purbakala ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang budaya bangsa Indonesia yang telah ikut membentuk identitas bangsa. Untuk menunjang kegiatan ini telah ditingkatkan antara lain pengetahuan di bidang kepurbaka- laan melalui penataran sebanyak 232 orang. Selain itu telah disem­purnakan inventarisasi kepurbakalaan terhadap peninggalan kepur­bakalaan yang pernah dilakukan pada tahun 1914 — 1915 dan kini mencatat sebanyak 1.166 situs di 26 propinsi.
(2)Penelitian dan Penggalian Peninggalan Purbakala
Tujuan Penelitian dan Penggalian Purbakala adalah untuk meng­ungkapkan kembali perikehidupan dan nilai-nilai luhur masa lampau nenek moyang bangsa Indonesia agar dapat dikembangkan guna di‑
kaji lebih lanjut untuk keperluan pendidikan, pemupukan kepriba­- dian bangsa dan meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri. Hasil penelitian tersebut akan memberikan keterangan tentang kekayaan hasil karya dan kemampuan bangsa di masa lampau, baik dalam pem­bangunan fisik maupun spiritual, ekonomi, politik, sosial budaya serta tata pemerintahan.
Selama Repelita II telah dilakukan penelitian prasejarah di Jawa Barat (Parigi/Jampangkulon, Cijulang), Jawa Tengah (Wonogiri, Brebes, Sangiran), Jawa Timur (Surabaya Utara dan Pegunungan Kendeng), Bali (Denpasar dan Gilimanuk), Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Selain itu telah diadakan penggalian purbakala di Jawa Barat (Plered), Jawa Tengah (Mate­- sih dan Batang), DI Yogyakarta (Gunung Wingko), Jawa Timur (Parengan), Bali (Gilimanuk), Nusa Tenggara Barat (Lombok: Gu- nung Piring), Nusa Tenggara Timur (Flores dan Kupang), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Penelitian arkeologi klasik dilaku- ­kan di Jawa Timur (Trowulan dan Madura), Bali (Gianyar, Buleleng dan Bangli), Sumatera Selatan (Kota Cina), Riau (Muara Takus). Penelitian Palaeoekologi Radiometri dengan survai dilaksanakan pada 5 (lima) daerah (Jawa Barat, Jawa Timur, Gunung Pandan, Jawa Tengah/Sangiran, Sulawesi Selatan).
Penggalian arkeologi Islam telah dilakukan di Aceh, Sulawesi Selatan, Banten, dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian naskah-naskah Islam telah dilaksanakan di Kuningan (Cirebon).
Untuk meningkatkan mutu penelitian, telah dimulai pembangun­an suatu laboratorium penelitian purbakala di Jakarta, seluas 2028 m2 dan dikembangkan' kerjasama penelitian purbakala dengan Uni­versitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana dan Institut Teknologi Bandung. Di samping itu juga telah diting­katkan kemampuan pengolahan data, pendokumentasian hasil pene­litian/penggalian kepurbakalaan.
(3) Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Purbakala.
Tujuan pembinaan dan pemeliharaan peninggalan purbakala adalah mempertahankan keutuhan bukti warisan sejarah/kebudayaan
bangsa dari kemusnahannya. Pemanfaatan dan pemeliharaan pening­galan purbakala meliputi pemugaran Taman Purakala, Kraton/Puri Pura/Mesjid, Rumah Adat, Makam dan Gedung Bersejarah di ber­bagai daerah seluruh Indonesia.
Selama Repelita II Kraton-kraton yang selesai di pugar adalah Kraton Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon (Jawa Barat), sebagian Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta (Jawa Tengah) dan Kraton Kesultanan serta Paku Alaman di Yogyakarta, Kraton Sumenep (Madura), Istana Sultan BIMA (NTB), Istana Deli di Medan (Sumatera Utara), dan Balai Kerapatan Tinggi Siak (Riau). Selain itu diadakan rehabilitasi terhadap Istana Pagaruyung (Sumatera Barat), Istana Gowa (Sulawesi Selatan), dan Istana Cigugur Kuningan (Jawa Barat).
Selama Repelita II telah dipugar Mesjid Agung Deli (Medan), Mesjid Raya Azizi Tanjung Pura, Mesjid Abung Cirebon, Mesjid Kuno Mantingan (Jepara), Mesjid Menara Kudus dan Mesjid Ka-tangka di Gowa (Sulawesi Selatan). Pura yang telah dipugar adalah pura Saraswati, Pura Kahyangan Tiga, Pura Balanjang, Taman Ayun, Pura Kehen, Kareben Langit, Pura Bukit Dharma Kutri, Pena­taran Sasih, Kahyangan Alas Kedaten, 9 buah Pura di Kabupaten Badung, 9 buah Pura di Kabupaten Tabanan, 4 buah di Kabupaten Bangli, 7 buah di Kabupaten Gianyar 6 buah di Kabupaten Jem-baran, 9 buah di Kabupaten Buleleng, 4 buah di Kabupaten Karang Asem, 4 buah di Kabupaten Klungkung, Pura Besakih, serta Pura Luhur dan Taman Majura, di Cakranegara (Lombok). Di samping itu telah dipugar Gereja Portugis di Kampung Tugu Jakarta Utara. Rehabilitasi dan rekonstruksi Rumah Adat dilakukan terhadap Ru­mah Adat di Bukit Tinggi, Toraja, Nias, Tapanuli Selatan dan Ru­mah Adat di Marunda Jakarta.
Makam kuno yang telah dipugar adalah makam Watang La-muru, Jera Lompoe dan Tallo di Sulawesi Selatan, Makam Islam dan makam adipati-adipati zaman Majapahit di Gresik, Makam Islam di Gending Suro (Sumatera Selatan), Makam Kyai Maja di Tondano (Sulawesi Utara), Makam Islam di Seloparang (NTB), dan makam raja-raja Landak di Ngabang kabupaten Pontianak.
Taman Purbakala yang telah atau mulai dipugar selama Repelita II adalah Taman Purbakala Cipari di Kuningan, Leles/Garut, Pasir-angin/Bogor, Kotalama Banten, Sunyaragih Cirebon kesemuanya di Jawa Barat. Selain itu selesai dipugar Gunongan di Aceh, Padang La-was di Sumatera Utara, Pagaruyung di Sumatera Barat, Muara Jambi di Jambi, Pugung Raharjo di Lampung, Kompleks Percandian di Amun-tai Kalimantan Selatan, kompleks Waruga di Minahasa Sulawesi Utara, Kompleks Megalitik Natunonju di Sulawesi Tengah, dan Gua-gua pra­sejarah di Maros Sulawesi Selatan. Sedangkan gedung sejarah yang se­lesai atau masih dipugar adalah gedung Linggarjati di Cirebon dan gedung Merdeka di Bandung, Benteng Marlborough di Bengkulu, Ben­teng Wolio Buton di Sulawesi Tenggara, Benteng Gorontalo dan Ben­teng Doorstede Saparua di Ambon.

(4) Pemugaran Candi Borobudur dan Candi Lainnya

Candi yang dipugar selama Repelita II antara lain adalah Candi Cangkuang di Jawa Barat, Candi Borobudur, Candi Brahma di kom­pleks Prambanan, Candi Sambisari, Candi Banyunibo, Kompleks per-candian Dieng dan Gedong Sanga masing-masing di Jawa Tengah, Candi Jawi di Jawa Timur dan kompleks percandian Muara Takus di Riau. Pemugaran Candi Borobudur mengalami kemajuan pesat, se­dangkan pelaksanaannya makin didasarkan atas kemampuan sendiri bahkan sejak Juni 1977 pemugaran Candi Borobudur dilakukan se­penuhnya oleh tenaga Indonesia. Dalam tahun 1976/77 pembongkaran kembali batu candi mencapai 7.087 m3, sedangkan hingga Maret 1979 pekerjaan pembongkaran kembali pada sisi Utara dan Selatan telah selesai (26.235 m3). Selain itu kompleks Borobudur dijadikan pula Pu­sat Pendidikan dan latihan pemugaran kepurbakalaan baik secara na­sional maupun internasional dalam rangka SEAMEC dan ASEAN.

Pada tahun 1978 pemugaran Candi Borobudur diteruskan dengan mempekerjakan 117 orang tenaga yang terdiri dari berbagai tenaga ahli, untuk kegiatan-kegiatan survai arkeologi, pembongkaran, peneli­tian laboratorium, penyediaan peralatan dan fasilitas pemugaran. Sela-ma Repelita II dalam rangka pemeliharaan peninggalan sejarah dan
kepurbakalaan telah dikeluarkan biaya pemeliharaan bagi 1.000 buah bangunan candi, makam kuno dan peninggalan-peninggalan lainnya.

(5)Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Kegiatan ini menitik beratkan pendokumentasian 5 aspek kebuda­yaan daerah di seluruh Indonesia yaitu: sejarah daerah, adat istiadat, legenda rakyat, geografi budaya dan musik rakyat. Di samping itu juga disusun sejarah kesenian, pencak silat, terjemahan buku etnografi dari Bahasa asing ke Bahasa Indonesia, biografi Pahlawan Nasional, album alat-alat musik Indonesia dan lain-lain.
Hasil yang telah dicapai adalah 326 buku/naskah tentang berbagai bidang seperti: sejarah daerah termasuk sejarah kebangkitan nasional, zaman Jepang, Revolusi fisik, Adat Istiadat daerah (seperti upacara perkawinan, sistem gotong royong dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia), geografi budaya daerah (seperti pengaruh migrasi pen­duduk terhadap perkembangan kebudayaan dalam wilayah pemba­ngunan), legenda rakyat, ensiklopedia musik dan tari daerah, sejarah kesenian Indonesia, permainan rakyat yang mengandung nilai kepah­lawanan dan ketangkasan, naskah ensiklopedia alat musik Indonesia dan penerbitan kembali dari naskah lontar daerah. Dalam rangka pe­ningkatan mutu telah ditatar 126 orang tenaga peneliti di tingkat pusat dan daerah.
(6)Pengumpulan Benda Purbakala dan Benda Kebudayaan Dae­rah/Permuseuman
Kegiatan ini diarahkan pada perluasan sarana museum di pusat dan daerah sebagai wadah hasil inventarisasi dan penelitian kebuda­yaan daerah, sehingga dapat menumbuhkan perhatian masyarakat Indonesia terhadap sejarah dan karya budaya bangsanya. Di samping itu fungsi museum diperluas menjadi tempat belajar, penelitian dan rekreasi.
Dalam bidang permuseuman selama Repelita II telah dibangun sebuah museum di tiap propinsi serta rehabilitasi sarana Museum Pusat di Jakarta. Selama Repelita II telah dapat dimanfaatkan atau
ditingkatkan sarana dan fungsi dari museum-museum di DKI Jakarta (Museum Pusat), Jawa Timur, Bali, DI Aceh, Sumatera Barat, Kali­mantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Maluku.
Sedangkan pembangunan di propinsi-propinsi lain secara bertahap akan diselesaikan. Bantuan-bantuan kepada museum-museum daerah/ swasta telah diberikan pula antara lain untuk Museum Batik di Peka­longan, Museum Sekolah di Slawi, Museum Guesan Wun di Sumedang, Museum Sumenep, Museum Bundo Kandung di Bukit tinggi, Museum Kedaton Ternate di Ternate. Museum Gowa dan Bone di Sulawesi Se­latan, Museum Tekstil dan Bahari di DKI Jaya.
Koleksi etnografi, historika, arkeologi pada 26 museum propinsi ditingkatkan, pertambahan koleksi mana selalu didahului oleh suatu survai koleksi. Demi peningkatan apresiasi masyarakat terha­dap museum, telah diadakan pula penataan kembali/pengaturan koleksi, dokumentasi penerbitan pembinaan tenaga permuseuman dan pengelolaan museum.
Peningkatan pelayanan terhadap masyarakat dalam bidang per­museuman ditunjang oleh peningkatan kemampuan dari personalia museum antara lain diusahakan melalui penataran sebanyak 117 orang dalam bidang pengetahuan dasar, 32 orang dalam tingkat kejuruan 12 orang dalam ilmu permuseuman sehingga jumlah tenaga yang ditatar dalam bidang permuseuman pada akhir Repelita II seba­nyak 161 orang.
b. Pengembangan dan Pendidikan Kesenian serta Kebudayaan In­donesia
Kegiatan ini menitik beratkan pada peningkatan mutu seniman yang berbakat daya cipta dan kreativitas yang tinggi. Selain itu program ini bertujuan mempertinggi daya pemahaman dan pengha­yatan kesenian di kalangan masyarakat luas, sehingga dengan sendi­rinya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dan memberi pe­ranan yang lebih besar kepada perkumpulan kesenian melalui pembinaan dan pengembangan jenis dan variasi kesenian. Tujuan ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan antara lain :
(1)Pengembangan Pusat Pendidikan Kesenian
Peningkatan sarana dan fasilitas lembaga pendidikan kesenian yang sudah ada dimaksudkan agar dapat lebih berfungsi. Berbagai kegiatan telah diadakan seperti inventarisasi kesenian dan persiapan naskah buku pelajaran dan bacaan kesenian, penelitian metode pe­ngajaran kesenian untuk sekolah umum dan masyarakat dalam rangka penyusunan naskah metode pengajaran kesenian di sekolah umum, dan kursus-kursus bagi masyarakat. Kegiatan-kegiatan ini meliputi bidang seni rupa, seni tari, seni karawitan dan seni drama. Di sam­ping itu telah diadakan standar persyaratan tenaga guru pendidikan kesenian, dan pendidikan kesenian secara informal lewat TVRI.
Pula telah dikembangkan alat-alat kesenian guna pendidikan berupa prototipe seruling diatonis dan pentatonic dari bahan murah.
(2)Pengembangan dan Pembentukan Pusat Kebudayaan di Propinsi
Sarana Pusat Kebudayaan bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan berbagai bentuk kesenian tradisional termasuk ke­senian rakyat, sehingga menggairahkan kehidupan seni dan memberi hiburan sehat dan bermutu kepada masyarakat. Selama Repelita II sebanyak 6 Pusat Kebudayaan di Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur telah di­resmikan, sedangkan Pusat Kebudayaan di propinsi lainnya dalam tahap penyelesaiannya.
Pusat Kebudayaan dimanfaatkan sebagai sarana menyelenggara­kan berbagai kegiatan kebudayaan seperti pagelaran, pameran, pe­- kan seni dan untuk menunjang kegiatan tersebut diadakan pula pe­ngumpulan dokumentasi data tentang kebudayaan. Pengembangan pemahaman dan penghayatan seni telah dilakukan melalui pagelaran-pagelaran, pengiriman duta seni dalam lomba seni dan lomba vokal ditingkat propinsi dan nasional serta pengadaan benda seni untuk pameran. Pengamanan kebudayaan Indonesia dari pengaruh nega- ­tif secara inter-departemental dilakukan melalui pemantapan organi­sasi, pengumpulan data, dan pengendalian serta penyusunan pedo­- man pengawasan.

901
(3)Melakukan persiapan Pendirian Wisma Seni Nasional
Dalam Repelita II telah diselesaikan rencana arsitektur Wisma Seni Nasional. Suatu Panitia Nasional telah menilai desain tersebut yang masih perlu disesuaikan dengan arsitektur yang lebih bersifat Indonesia. Di samping itu telah dilakukan pengumpulan benda-benda berbagai jenis seni budaya yang bermutu untuk Wisma Seni Nasio- nal tersebut.
Data kesenian daerah telah dikumpulkan yang mencakup 5 (lima) bidang seni yaitu seni tari, seni musik, seni rupa, seni teater, dan seni pedalangan di 26 propinsi. Selain itu telah dibuat film-film kesenian dari ke 5 bidang seni tersebut, penulisan dan penerbitan naskah, bimbingan untuk empat bidang seni, penyusunan kriteria ketrampilan seni teater modern dan tradisional serta pemberian bim­bingan dengan pengarahan teknis kesenian kepada peserta dari 26 daerah.
(4)Pengadaan Sistem Penghargaan
Kegiatan ini ditujukan untuk merangsang penciptaan baru dalam kesenian melalui hadiah. Dalam bidang kesenian telah dilakukan sayembara karya seni: seni musik dan seni tari dengan memberikan hadiah dan piagam. Di samping telah pula diberikan penghargaan dan hadiah kepada seniman yang telah menunjukkan prestasi yang tinggi. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat telah diberikan bantuan dana dan bimbingan teknis kepada perkumpulan/organisa­si/yayasan kesenian.
Dalam bidang bahasa, guna menunjang dan menggairahkan minat terhadap bahasa serta sastra Indonesia dan daerah diselenggarakan sayembara mengarang bahasa Indonesia secara nasional, yang diikuti oleh Guru SD, murid SD, murid SL, dan mahasiswa. Di samping itu juga diberikan bea siswa kepada 156 orang mahasiswa jurusan bahasa dan sastra, dan penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan bahasa melalui mass media RRI dan TVRI. Dalam bidang kepurbakalaan telah diberikan hadiah/imbalan jasa terhadap penemu benda-benda purbakala dan pemilik benda-benda purbakala sebagai ganti rugi atau jasa pemeliharaannya.
c. Pengembangan Bahasa dan Kesusasteraan
Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan pemakaian bahasa Indonesia secara tepat dan benar sebagai sarana komunikasi antar warga Indonesia, sebagai bahasa Negara, sebagai bahasa dalam pendidikan, serta sebagai sarana komunikasi dalam bidang ilmu penge­tahuan dan teknologi. Program ini berusaha menggairahkan perhatian masyarakat terhadap Sastra Indonesia dan menggunakannya sebagai sumber untuk memperkaya bahasa dan sastra Indonesia.
(1)Penyusunan Buku Pedoman dan Buku Sumber
Kegiatan ini ditujukan untuk menyusun dan menerbitkan buku-buku pedoman/sumber tentang bahasa Indonesia seperti pedoman pembentukan istilah, kamus umum dan berbagai kamus bahasa daerah, kamus filologi, pembakuan tata bahasa, sejarah bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, perekaman dan pemetaan bahasa daerah, pedoman ujian bahasa Indonesia dan kompilasi sereta sinoptis tulisan bahasa dan sastra.
Pula telah diterbitkan berbagai kamus bahasa daerah seperti ka­mus Mandar-Indonesia, dan bahasa Jawa Banten-Indonesia. Semen-tara itu naskah siap dicetak yang ada mencakup kamus Ekabahasa Indonesia, kamus Administrasi, kamus Biologi, kamus Geografi, kamus Ilmu Pengetahuan Sosial, kamus Kesenian, kamus Kimia Or­ganik, kamus Kimia Umum, kamus Linguistik, kamus Pertanian, kamus Psikologi dan kamus Sejarah.
Dalam rangka ini telah diterbitkan baik karya sastra klasik dalam bahasa asalnya, maupun transkripsinya ke dalam bahasa Indonesia seperti Centini, Hikayat Putri Gombak Mas (Aceh), Panji Wulung (Jawa Barat), Panji Parangraras (Bali), Bharatayuda, Nitisastra (Jawa), Syair Burung Nuri dan lain-lain guna meningkatkan pengetahuan pela­jar dan mahasiswa serta dunia universitas tentang sastra Indonesia.
(2)Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Dalam Repelita II kegiatan ini diarahkan kepada pembinaan tenaga pengajar pengembangan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Hasil-hasil yang telah dicapai selama Repelita II antara lain pening‑

903
katan pengetahuan 30 orang tenaga penyusun kamus; peneliti dialek-tologi 30 orang, peneliti sosiolinguistik 30 orang, peneliti sastra dan penyuluh bahasa 30 orang. Pula telah diberikan beasiswa kepada maha­siswa jurusan bahasa dan sastra 156 orang. Selain itu melalui sayem­bara telah diusahakan peningkatan kegairahan menulis dan mengarang dalam bahasa Indonesia untuk siswa SD, SLTP dan SLTA, mahasiswa dan para guru.
Dalam rangka ini telah diterbitkan sebanyak 150.000 eksemplar pedoman ejaan, pedoman pembentukan istilah dan pedoman penulisan. Telah diusahakan pula Seminar Politik Bahasa Nasional dan Seminar Pengembangan Sastra Indonesia dan Daerah yang lelah menghasilkan buku-buku pedoman masing-masing sebanyak 2.000 eksemplar dalam bidang-bidang ini.
Hubungan kerjasama kebahasaan telah ditingkatkan dengan bebe­rapa negara di lingkungan ASEAN, Eropa, Amerika dan Australia. Penyuluhan Bahasa Indonesia diadakan melalui TVRI 200 kali, RRI Pusat dan Daerah 200 kali, pertemuan berkala dengan wakil media massa 60 kali.
Dalam kaitan dengan hubungan kerjasama kebahasaan di kawasan ASEAN kegiatan yang penting adalah kerjasama dengan Malaysia melalui Majelis Bahasa Indonesia — Malaysia yang bersidang dua kali setahun.
d. Pengembangan perbukuan dan majalah pengetahuan
Kegiatan perbukuan dan majalah pengetahuan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan bacaan populer dan seni ilmiah dikalangan masyarakat.
(1) Penyelamatan Buku/Naskah berharga dan terjemahan Karya Sastra Daerah.
Tujuan kegiatan ini adalah menyelamatkan buku dan naskah klasik atau yang hampir punah dengan jalan membeli, membuat mikro­- film dan menerbitkannya kembali dalam bahasa Indonesia.
Kegiatan yang telah dilakukan adalah membeli beberapa naskah bahasa sastra kuno (klasik) serta menerbitkan kembali naskah kuno
tersebut seperti Syair Burung Nuri, ceritera Panji Galuh Matebuk, Geguritan. dari Bali, Panji Kuda Semirang, Panji Anggraini, Panji Wulung, Telah Sastra Daerah, Novel-novel Minangkabau, dan naskah Melayu.
Di samping itu, telah dibeli beberapa judul buku tentang bahasa dan sastra Indonesia untuk menghindari mengalirnya karya-karya kuno tersebut ke luar negeri. Buku-buku dan bahan-bahan kepustakaan lain mengenai bahasa dan sastra disimpan untuk kepentingan dokumentasi penelitian.
(2) Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan
Pembinaan dan pengembangan perpustakaan pada dasarnya ber­tujuan antara lain untuk memenuhi kebutuhan membaca masyarakat, khususnya generasi muda. Kebiasaan membaca berarti mengisi waktu senggang dengan hiburan sehat dan bermutu, memperluas pengetahuan dan peningkatan ketrampilan demi partisipasi yang aktip dan sadar dalam pembangunan. Kegiatan standardisasi sistem perpustakaan na­sional ditujukan guna meningkatkan koordinasi, kerjasama antar lem­baga pemerintah dan swasta dalam pengadaan bahan kepustakaan demi peningkatan pelayanan masyarakat.
Selama Repelita II telah ditingkatkan kemampuan pelayanan Per­pustakaan Negara di Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Pa­langkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Menado, Singaraja, Bandung, Surabaya, Mataram dan Kupang.
Melalui kerjasama dengan fihak Pemerintah Daerah, sedang di­rintis 212 Perpustakaan Daerah Tingkat II.
Untuk memantapkan pola koordinasi dan pelayanan masyarakat telah diadakan beberapa proyek yakni : 27 Perpustakaan Umum ting-kat Desa, 14 Perpustakaan Keliling, 11 Perpustakaan perintis bagi Sekolah dan 2 Perpustakaan Umum.
Untuk mengatasi kebutuhan tenaga yang terdidik dan terampil telah diadakan penataran tenaga perpustakaan/pustakawan yang telah melibatkan 724 orang. Untuk pemantapan pendidikan tenaga pus­takawan telah didirikan pula dua buah Pusat Latihan Perpustakaan di Jakarta dan Yogyakarta.

905
Guna mempermudah pelayanan informasi perpustakaan telah di­adakan petunjuk/pedoman pelaksanaan, penerbitan Peraturan Kata-logisasi Nama-nama Indonesia Daftar Tajuk Subyek, Terjemahan DDC Direktori Perpustakaan, Direktori Majalah dan Surat Kabar Indonesia, Bahan Pegangan untuk Perpustakaan Sekolah, dan Pedoman Standar Perpustakaan di Indonesia.
(3) Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia dan Daerah
Tujuan kegiatan ini antara lain mengamankan naskah/buku sastra tradisional dari kehancuran, meningkatkan minat baca dan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, kamus dan mendorong penerbitan buku bacaan sastra.
Selama Repelita II telah diterbitkan buku bacaan Sastra Indo- nesia dan Daerah sebanyak 200 judul, diadakan Sastra Melayu/ Indonesia edisi baru 48 judul, Sastra Jawa 57 judul, Sastra Sunda 32 judul, Sastra Bali 17 judul, Sastra Batak 15 judul, Sastra Gayo/Aceh 8 judul, Sastra Minangkabau 4 judul, Sastra Sasak 4 judul, Sastra Kutai 5 judul, Sastra Bugis/Makasar 4 judul, Sastra Toraja 1 judul, Sastra Minahasa 3 judul dan Sastra Ambon 2 judul.
TABEL XIV – 7
KEGIATAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL
(1974/75 – 1978/79)


907
TABEL XIV – 8
PENATARAN TENAGA KEBUDAYAAN
(1974/75 – 1978/79)



908


909

Tidak ada komentar: